Sunday, May 27, 2012

Story of My First Solo Traveling


Helloo fellow travelers!

Beberapa dari yang membaca blog ini mungkin akan terkagum-kagum dengan betapa kerennya saya melakukan solo traveling ke eropa selama hampir 3 bulan. Terlebih lagi karena saya seorang wanita. Well, kuncinya adalah practice makes perfect. Ya, sebenarnya ini bukanlah pertama kalinya saya melakukan perjalanan seorang diri. Beberapa tahun sebelumnya saya sempat beberapa kali melakukan solo traveling, yang sebenarnya agak tidak terlalu signifikan juga kalau dilihat dari durasi waktunya. Tapi, mungkin paling tidak pasti ada pelajaran dan pesan moral yang saya ambil dari pengalaman solo traveling sebelumnya, secara tidak sadar mungkin ini juga yang membuat saya lebih percaya diri dalam melakukan solo traveling ke eropa ini. Jadi, mari kita mulai saja.

Melaka, July 2010

When: 23-24 July 2010
Location: Singapore; Melaka, Malaysia
Travel mates: none
Brief Itinerary:
23 July: Singapore – Melaka (4 hours journey with bus)
24 July: Melaka sightseeing; A Famosa, St. Paul Church, Stadhyus, Christ Church, Masjid Kampong Kling, Cheng Hoon Teng Temple, etc.

Solo traveling kali ini juga masih dilatarbelakangi keogah-rugian saya. Waktu itu ada acara outing kantor ke Singapura, saya dan beberapa teman memutuskan untuk extend beberapa hari di Singapura dan saya memanfaatkan satu hari untuk pergi sendiri ke Melaka, sekitar 4-5 jam dengan bus dari Singapura.

Dari dulu saya memang ingin ke Melaka karena merupakan UNESCO World Heritage, hehe. Terkenal dengan kota tuanya dan bangunan-bangunan kuno yang cantik. Pusat kotanya juga relatif kecil jadi cukup dijelajahi dalam satu hari. Saya sudah membeli online tiket bus Singapura-Melaka pp. Untuk hostel, entah kenapa saya tidak menggunakan hostelworld seperti biasanya, saya malah melihat-lihat hostel yang direkomendasikan di wikipedia. Dari teman saya Raya (tampaknya cukup sering nama dia saya sebut di blog ini) yang pada waktu itu baru saja dari Melaka juga saya mendapatkan rekomendasi satu nama hostel yang menurut dia oke, kalau tidak salah namanya Shirah Guest House. Ketika saya mencari di wikitravel ada nama hostel lain yang juga direkomendasikan yaitu Samudra Inn yang cukup murah. Saya pun mengirimkan email kepada kedua penginapan tersebut. Namun pada waktu itu hanya Samudra Inn yang merespon dan karena sudah mepet waktunya saya pun memesan kamar melalui email (tidak perlu bayar DP), saya pesan kamar dorm dengan harga sangat murah, sekitar IDR 30-40 ribuan. Namun ternyata ada pengalaman kurang mengenakkan tentang hostel ini yang akan saya ceritakan nanti.. Jenggg..

Hari itu hari Sabtu setelah mengunjungi USS bersama rekan-rekan satu kantor saya pun men-skip makan malam bersama untuk melakukan perjalanan ke Melaka. Niat banget kan ini sampai saya melewatkan makan gratisan, huehehe. Bus saya sekitar jam 6.30 sore namun saya dengan bodohnya jam 6 masih berkeliaran di Orchard, mengobrol, jajan es krim, ketika melihat jam, barulah saya 'ngeh' kalau waktu saya tidak banyak, saya pun langsung cepat-cepat menuju MRT Station Orchard di dekat Tang Plaza.

Sebelumnya saya sudah pernah ke Singapura, namun karena waktu itu bersama teman yang memang tinggal di sana saya tidak perlu mencari tahu bagaimana membeli tiket MRT dan sebagainya, free rider aja gitu. Jadi, inilah pertama kalinya saya harus membeli tiket MRT. Jengjeng *musik dramatis*. Alhasil saya pun harus mengantri sampai 3 kali. Begini ceritanya:

Antrian ke-1
Begitu tiba di MRT station terdekat (Orchard) saya langsung mengambil antrian di mesin penjualan. Setelah beberapa menit tibalah giliran saya, ternyata oh ternyata pecahan paling besar yang bisa diterima mesin adalah SGD 10 dan pada waktu itu saya tidak punya.
Antrian ke-2
Saya lalu menuju ke counter petugas untuk menukarkan uang saya dengan recehan supaya bisa beli tiket di mesin yang di sini tentunya terdapat antrian yang lumayan juga. Saya sudah mulai resah dan gelisah karena saya hanya punya waktu kurang dari 20 menit untuk sampai ke terminal bus, yang belum saya survey juga adanya dimana
Antrian ke-3
Akhirnya setelah menukarkan uang, barulah saya kembali ke mesin penjualan dan tentunya harus antri dari awal lagi. Haiisssh, PR banget ga sih.

Ya begitulah, saya tidak sekeren itu kan (siapa yang bilang keren ya btw?) ada juga masanya ketika saya masih bodoh, huehehe, gak juga deh, menurut saya wajarlah kalau belum banyak melakukan kesalahan-kesalahan seperti ini, it's a rookie mistake.

Untungnya Singapura mempunyai sarana transportasi yang amat sangat reliable, walaupun saya harus lama dan dengan penuh perjuangan membeli tiket MRT, perjalanan MRTnya sendiri cukup smooth. Kereta datang dalam 2 menit dan sangat tepat waktu sehingga ketika sebelum 6.30 pm saya sudah sampai di stasiun Lavender, stasiun terdekat untuk mencapai terminal bus.

Keluar dari stasiun, I don't have any idea where to go. Saya berada di persimpangan (dalam arti sebenarnya). Sepertinya saya sudah sempat mengeprin sesuatu dari google map, namun saya tidak bisa membaca petanya dan bingung dengan arah. Saya bahkan tidak tahu, kalau ada nama jalan, itu merefer pada jalan yang mana? Yang di depannya atau di samping? Nah loh. Akhirnya pakai feeling aja saya memilih salah satu jalan dan berjalan terus, kalau dari estimasi google map sih dari stasiun Lavender ke terminal bus sekitar 7 menit berjalan kaki jadi harusnya dekat (dan kalau tidak nyasar tentunya). Setelah 5 menit berjalan kaki belum ada tanda-tanda terminal bus-nya, malah jalanan yang saya ambil menuju ke kompleks ruko-ruko. Feeling saya mengatakan saya salah jalan, terminal bus harusnya luas kan? kan? Saya mencoba bertanya pada abang-abang di sekitar situ, tetapi mereka malah tertawa-tawa dan tidak memberi jawaban. Saya pun mulai panik (ya, saya baru panik sekarang) karena saat itu sudah kurang dari 1 menit sebelum waktu keberangkatan bus.

Saya lalu mencoba peruntungan dengan menelepon ke perusahaan bus yang nomornya tertera di tiket. Pada waktu itu saya bahkan tidak tahu kalau nomor Indonesia saya bisa digunakan di sana. Ternyata bisa, saya pakai Axis loh waktu itu #bukanblogberbayar. Saya pun bertanya arah terminal bus sambil memohon-mohon agar bus jangan berangkat dulu. Saya memang salah memilih jalan namun akhirnya dengan petunjuk dari orang di telepon sampailah juga saya di terminal bus dan untungnya belum bus masih ada. Duh, malu rasanya menjadi orang yang terlambat dan terakhir naik.

Karena melewati perbatasan Singapura-Malaysia makan bus berhenti di imigrasi dan kita harus turun untuk melewati imigrasi. Sekedar tips, sebelum turun ingat-ingat jenis bis dan nomor plat bisnya supaya tidak salah naik. Saya duduk di sebelah seorang cowok asal Malaysia yang terkagum-kagum dengan saya karena pergi ke Melaka seorang diri. Perjalanan bus agak lebih lama dari yang dijadwalkan karena ada istirahat makan malam yang lumayan lama. Tiba di Melaka Sentral sekitar jam 11.30 malam saya pun memutuskan naik taksi karena sudah selarut itu.

Cerita Hostel

Bagian ini harus saya beri highlight sendiri karena penting sekali dan ada pesan moral yang dapat diambil. Seperti yang sudah saya kemukakan sebelumnya saya mendapatkan informasi hostel ini dari wikitravel. Saya sampai hampir tengah malam dan saya harus membunyikan bel agar dibukakan pintu. Saya coba kira-kira 4-5 kali sampai akhirnya dibukakan. Penjaga hostel seorang pria berumur 40an yang bertampang baik-baik. Setelah mengurus administrasi, dia pun menunjukkan kamar untuk saya, kamar saya dorm untuk 3 orang, namun saat itu hanya ada saya sendiri, wow asik dong serasa di kamar privat, benarkah?? Jenis pintu kamar seperti pintu kamar mandi yang bisa dikunci dari dalam dengan menekan tombol, bapak penjaga bilang karena kamarnya dorm maka dia tidak bisa memberikan kunci kamar ke saya karena just in case ada orang lain yang akan masuk. Ok, secara konsep boleh deh, tapi ini kan cuma saya penghuni kamar itu, dan sudah tengah malam juga, memangnya akan ada yang datang lagi gitu? Tapi dengan bodohnya saya iya-iya saja dan tidak berusaha berargumen.

Kamarnya tidak bagus-bagus amat, dengan tempat tidur dari besi dengan kasur yang tipis, dan tidak ada loker, benar-benar berbeda jauh dengan hostel di eropa yah, saya pun berniat untuk langsung tidur namun tentunya saya perlu untuk melakukan beberapa rutinitas membersikan diri, menyikat gigi dan mengambil air wudhu terlebih dahulu, dan kamar mandinya tentu saja di luar. Saya pun agak dilema bagaimana meninggalkan barang-barang berharga di kamar (digicam, hp, dompet) karena pintu kamar tidak bisa dikunci, well bisa tapi kuncinya diletakkan di lobi depan. Akhirnya saambil berdoa dalam hati meninggalkan barang-barang saya tersebut di kamar selama saya berada di kamar mandi sambil berharap semua aman-aman saja. Alhamdulillah tidak ada yang hilang. Setelah selesai saya pun memutuskan untuk tidur tentunya dengan lampu dinyalakan karena perasaan tidak enak, tidak lupa saya mengunci pintu dari dalam, walaupun saya juga tahu kalau kuncinya ada di lobi depan dan siapa saja bisa mengambil kunci tersebut dan masuk ke kamar ini. Kalau saya pikir sekarang ini benar-benar horor loh, entah kenapa dulu saya begitu bodoh, dan saya bisa tidur dengan lumayan nyenyak loh. Padahal coba deh apa yang mungkin terjadi, misalnya ada orang yang berniat jahat dan sebagainya. Pagi hari saya bangun dan mengecek barang-barang saya semua lengkap, termasuk yang menempel di tubuh saya juga Alhamdulillah masih lengkap, hehehe.

Saya menyadari satu hal bahwa saya tidak melihat adanya keberadaan penghuni lain di hostel itu, pada waktu malam hari saya masih bisa menjustifikasi bahwa orang-orang sudah tidur, namun ternyata sampai pagi hari pun saya tetap tidak bertemu dengan siapa pun kecuali bapak penjaga. Ketika mandi tidak bertemu orang, ketika saya ada di lobi juga tidak ada penghuni lain, padahal saat itu sudah sekitar jam 8 atau 9 pagi, masa iya orang-orang itu sama sekali belum bangun tidur? Masa sih sama sekali tidak ada satu orang pun, yang mau mandi kek, pipis kek, makan kek, atau apa gitu. Saya merasa aneh tapi ya sudah lah, saya tidak terlalu memikirkannya. Saya pun memutuskan untuk pergi sightseeing dan menitipkan tas saya di situ. Sekembalinya dari sighseeing sore hari untuk mengambil tas dan kembali ke Singapura, lagi-lagi saya tidak melihat ada penghuni lain, hanya bapak penjaga itu saja.

Ya, sampai sekarang saya masih belum bisa menyibak misteri di balik hostel tersebut, apakah saya benar-benar satu-satunya penghuni di sana? Tapi anehnya di depan pintu hostel saya melihat ada beberapa alas kaki (sepatu, sendal, dll), tapi kemana dong orang-orangnya? Itu sih yang rada aneh, kalau memang tidak ada orang, lalu apa maksudnya ada sepatu dan sendal di depan pintu? Hanya sebagai kamuflase gitu supaya kesannya penuh? Ataukah itu adalah alas kaki dari mereka yang pernah tinggal di hostel itu namun tidak berhasil keluar lagi? Jeng jenggg. Makanya kalau saya pikirkan sekarang sih serem banget ya, apalagi malam itu saya tidur dengan kamar yang bisa dibuka dari luar. Tapi kejadian ini membuat saya semakin berhati-hati lagi dalam memilih hostel.

Untuk kesan mengenai jalan di kota Melaka sendiri cukup menarik, bagian kota tuanya cukup kecil dan bisa dicapai dengan berjalan kaki, termasuk kawasan chinatownnya yang bernama Jonker Street. Kotanya mungil dan terjaga dengan baik. Kalau capek berjalan kaki bisa juga naik becak yang dihias warna-warni dengan bunga dan juga full musik. Saya merasa sangat excited karena ini pertama kalinya saya melakukan perjalanan sendiri, saya merasa senang karena bebas melalukan apa saja yang saya mau, mau salah jalan, mau kemana saja bebas. Huehehe.

Oke sekian dulu deh, nanti disambung lagi kapan-kapan.

7 comments:

rotyyu said...

Wah benar-benar horor pengalaman di penginapan itu ya. Masa ga ada yg nginap sama sekali? Jangan-jangan...

Niantiaulia said...

Haha iya itu dia, I feel so lucky deh ga ada hal2 aneh atau mengerikan yang terjadi. Tapi anehnya hostel itu direkomendasikan di wikitravel lho, bahkan sampai sekarang masih ada.

Dee~Dee said...

Hihihhi seharusnya waktu kemarin lo ke Melaka lagi, u should go back to that hostel. Buat liat keadaanya hehehe *iseng

nita said...

hahahaaa, seru kak baca blognya. kebetulan sya suka ravelling juga. tapi ngga kaya kakak :)
sangat membantu blognyaa..
^^

Niantiaulia said...

Makasih ya nita udah baca, hehehe

Anggit Paramadita said...

Niantiaulia said...

Ih, bodohnya saya, gak sengaja ke-klik remove comment dan ga bisa di-undo, jadi saya copy aja deh di sini comment dari Anggit Paramadita

Kak, ada kontak yg bisa dihubungi? Boleh minta gak? Hehe.. Mau nanya2 ttg transport dan urus2 segala macem waktu traveling ke eropa. Saya akan ke belgia bulan juli untuk summer school di ghent, sisanya saya pengen jalan2 jg kaya kakak.. Tapi masih bingung bikin rencana perjalanannya. Makasih kak :)

Jawaban: bisa email di niantiaulia@gmail.com yah