Sunday, March 30, 2014

The Story of Lost Wedge

Mari menulis!, sekalipun itu tidak penting, hehehe. Yeah, meminjam istilah Dian, memang harus ada postingan untuk ‘break the silence’.

Saya terpikirkan menuliskan pengalaman saya ini karena menurut saya sepertinya hanya saya satu-satunya orang yang mungkin pernah mengalami hal ini. Mohon jangan terlalu banyak berharap banyak ini akan seru atau gimana gitu yahh. Seperti biasa, saya akan memulai dari latar belakang terlebih dahulu. Huehehe
Jadi ceritanya, beberapa bulan yang lalu saya berpindah ke posisi baru di kantor, masih kantor yang sama sih, nah di posisi yang baru ini saya mendapatkan sebuah benefit sebuah mobil. O yeahh, ini bukan mau sombong ataupun congkak yaa, karena apalah yang patut disombongkan dari kenikmatan duniawi yang bersifat fana ini? *serius. Saya sendiri kurang menyukai ide benefit mobil ini, oh iya benefit ini tidak bisa diuangkan jadi karena saya anaknya ogah rugian, ya sudah lah saya terima saja walau dengan berat hati. Huehehehe.

I have been this angkot/ojek/omprengan kind of girl since long ago. Ada beberapa alasan kenapa saya lebih menyukai public transport dibandingkan membawa mobil sendiri, diantaranya adalah:
  • Rumah saya yang lumayan jauh (beda provinsi dengan Jakarta) dan kemacetan adalah hal yang harus selalu dihadapi setiap pergi atau pulang ke kantor
  • Di perjalanan berangkat ke kantor saya bisa melakukan kegiatan lain yang lebih produktif seperti membaca buku misalnya atau bisa melanjutkan tidur selama 1-2 jam (ini yang lebih sering sih)
  • Berkontribusi untuk mengurang kemacetan dan polusi di Jakarta
  • Naik ojek bisa lebih cepat di tengah kemacetan Jakarta
  • Masih bisa sedikit “exercise” yaitu dengan berjalan kaki (e.g. dari rumah ke pangkalan omprengan, ke halte busway, etc), ini lumayan banget dulu jaman pake pedometer, bisa dapet 5000an langkah dari sini aja.
Namun akhirnya karena sudah ada mobilnya, ya sudah lah terpaksa saya pakai. Dulu sekali lebih dari 5 tahun yang lalu saya pernah punya SIM, namun karena jarang sekali saya gunakan, saya pun sudah tidak yakin dengan kemampuan mengemudi saya. Saya pun sempat belajar dulu untuk mengasah kemampuan saya. Saya fikir akan susah atau gimana gitu ternyata tidak sama sekali karena mobilnya matic, hahahaha. Jadi selama ini saya reluctant untuk membawa mobil juga karena teringat dulu waktu masih manual, kebetulan mobil bokap juga selalu manual dari dulu jadi memang tidak terpikirkan untuk belajar lagi.

Nah, pada awal-awal masa belajar saya ini, saya selalu melepas alas kaki mungkin waktu itu supaya lebih enak ya, jadi lah saya selalu menyeker kalau menyetir. Setelah beberapa kali mencoba akhirnya pada suatu weekend saya memberanikan diri ke membawa mobil ke mal di Jakarta. Tujuan saya waktu itu adalah Plaza Senayan  yang seingat saya tempat parkirnya yang cukup bersahabat. Saya ke situ bersama adik saya. Satu hal yang paling saya takutkan ketika awal masa membawa mobil adalah bagaimana memarkir mobil, namun hari itu merupakan hari keberuntungan saya (dalam hal parkir), karena selain dapet ladies parking spot, ada mas-mas yang mengarahkan dengan baik.

Semua terasa baik-baik saja hari itu, sampai ketika saya tiba di rumah dan hendak turun dari mobil, saya mencari sepatu saya (karena waktu nyetir kan nyeker), waktu saya pakai sepatu wedges kesayangan yang selalu saya pakai dalam berbagai kesempatan, belinya juga bukan di toko sepatu mainstream. Saya cari kemana-mana, sampai ke kolong jok mobil namun tidak juga saya temukan sepatu sebelah kanan saya itu. Lagipula secara bentuknya wedges yang tebal begitu agak tidak mungkin juga nyelip dimana gitu kan ya. Saya pun berfikir keras, kemanakah sebelah sepatu saya ini? Sepanjang perjalanan pulang saya tidak pernah membuka mobil deh, paling Cuma membuka jendela saja untuk membayar parkir dan tol. Lalu saya flashback lagi pada saat di parkiran. Aha! Saya pun akhirnya berkesimpulan sepatu saya itu tertinggal di tempat parkir, jadi karena kebiasaan membuka sepatu pada saat menyetir ini saya membuka sepatu saya dahulu, namun masalahnya adalah, saya membukanya di luar mobil atau saya buka lalu saya tinggal di luar mobil. Hahahahahhahahahahahaha.. Apa-apaan ini??? Bagaimana mungkin hal semacam ini bisa terjadi dalam hidup saya? Adik saya saja sampai bekomentar: “Lagian mau masuk mobil aja pake lepas sepatu segala, emangnya mau masuk rumah??” Hrrrrr. Sungguh kejadian yang fenomenal dan sekaligus memalukan sampai saya sendiri tidak menceritakan ke siapa-siapa selama seminggu lamanya. Saya sempat terfikir untuk kembali lagi ke Plaza Senayan untuk menanyakan kepada petugas parkir apakah melihat ada sepatu yang tertinggal, namun sepertinya rasa malu yang harus saya tanggung menyurutkan niat saya. Sedih juga sih mengingat itu kan sepatu kesayangan, tapi tidak apa-apa, yang penting adalah selalu ada hikmah yang bisa diambil dari setiap hal yang kita alami. Huhehehehe.

Ini dia

Tujuan saya menuliskan ini juga tidak lain untuk berbagi supaya para pembaca sekalian selalu berhati-hati dan terhindar dari kejadian seperti yang saya alami ^^

1 comment:

si ona said...

bahahahahahhahahahah