Mari menulis!, sekalipun itu tidak penting, hehehe. Yeah,
meminjam istilah Dian, memang harus ada postingan untuk ‘break the silence’.
Jadi ceritanya, beberapa bulan yang lalu saya berpindah ke
posisi baru di kantor, masih kantor yang sama sih, nah di posisi yang baru ini
saya mendapatkan sebuah benefit sebuah mobil. O yeahh, ini bukan mau sombong
ataupun congkak yaa, karena apalah yang patut disombongkan dari kenikmatan
duniawi yang bersifat fana ini? *serius. Saya sendiri kurang menyukai ide
benefit mobil ini, oh iya benefit ini tidak bisa diuangkan jadi karena saya
anaknya ogah rugian, ya sudah lah saya terima saja walau dengan berat hati.
Huehehehe.
Saya terpikirkan menuliskan pengalaman saya ini karena
menurut saya sepertinya hanya saya satu-satunya orang yang mungkin pernah
mengalami hal ini. Mohon jangan terlalu banyak berharap banyak ini akan seru
atau gimana gitu yahh. Seperti biasa, saya akan memulai dari latar belakang
terlebih dahulu. Huehehe
I have been this angkot/ojek/omprengan kind of girl since
long ago. Ada beberapa alasan kenapa saya lebih menyukai public transport
dibandingkan membawa mobil sendiri, diantaranya adalah:
- Rumah saya yang lumayan jauh (beda provinsi dengan Jakarta) dan kemacetan adalah hal yang harus selalu dihadapi setiap pergi atau pulang ke kantor
- Di perjalanan berangkat ke kantor saya bisa melakukan kegiatan lain yang lebih produktif seperti membaca buku misalnya atau bisa melanjutkan tidur selama 1-2 jam (ini yang lebih sering sih)
- Berkontribusi untuk mengurang kemacetan dan polusi di Jakarta
- Naik ojek bisa lebih cepat di tengah kemacetan Jakarta
- Masih bisa sedikit “exercise” yaitu dengan berjalan kaki (e.g. dari rumah ke pangkalan omprengan, ke halte busway, etc), ini lumayan banget dulu jaman pake pedometer, bisa dapet 5000an langkah dari sini aja.
Namun akhirnya karena sudah ada mobilnya, ya sudah lah
terpaksa saya pakai. Dulu sekali lebih dari 5 tahun yang lalu saya pernah punya
SIM, namun karena jarang sekali saya gunakan, saya pun sudah tidak yakin dengan
kemampuan mengemudi saya. Saya pun sempat belajar dulu untuk mengasah kemampuan
saya. Saya fikir akan susah atau gimana gitu ternyata tidak sama sekali karena
mobilnya matic, hahahaha. Jadi selama ini saya reluctant untuk membawa mobil
juga karena teringat dulu waktu masih manual, kebetulan mobil bokap juga selalu
manual dari dulu jadi memang tidak terpikirkan untuk belajar lagi.
Nah, pada awal-awal masa belajar saya ini, saya selalu
melepas alas kaki mungkin waktu itu supaya lebih enak ya, jadi lah saya selalu
menyeker kalau menyetir. Setelah beberapa kali mencoba akhirnya pada suatu
weekend saya memberanikan diri ke membawa mobil ke mal di Jakarta. Tujuan saya
waktu itu adalah Plaza Senayan yang
seingat saya tempat parkirnya yang cukup bersahabat. Saya ke situ bersama adik
saya. Satu hal yang paling saya takutkan ketika awal masa membawa mobil adalah bagaimana
memarkir mobil, namun hari itu merupakan hari keberuntungan saya (dalam hal parkir),
karena selain dapet ladies parking spot, ada mas-mas yang mengarahkan dengan
baik.
Semua terasa baik-baik saja hari itu, sampai ketika saya
tiba di rumah dan hendak turun dari mobil, saya mencari sepatu saya (karena
waktu nyetir kan nyeker), waktu saya pakai sepatu wedges kesayangan yang selalu
saya pakai dalam berbagai kesempatan, belinya juga bukan di toko sepatu
mainstream. Saya cari kemana-mana, sampai ke kolong jok mobil namun tidak juga
saya temukan sepatu sebelah kanan saya itu. Lagipula secara bentuknya wedges
yang tebal begitu agak tidak mungkin juga nyelip dimana gitu kan ya. Saya pun
berfikir keras, kemanakah sebelah sepatu saya ini? Sepanjang perjalanan pulang
saya tidak pernah membuka mobil deh, paling Cuma membuka jendela saja untuk
membayar parkir dan tol. Lalu saya flashback lagi pada saat di parkiran. Aha!
Saya pun akhirnya berkesimpulan sepatu saya itu tertinggal di tempat parkir,
jadi karena kebiasaan membuka sepatu pada saat menyetir ini saya membuka sepatu
saya dahulu, namun masalahnya adalah, saya membukanya di luar mobil atau saya
buka lalu saya tinggal di luar mobil. Hahahahahhahahahahahaha.. Apa-apaan
ini??? Bagaimana mungkin hal semacam ini bisa terjadi dalam hidup saya? Adik
saya saja sampai bekomentar: “Lagian mau masuk mobil aja pake lepas sepatu
segala, emangnya mau masuk rumah??” Hrrrrr. Sungguh kejadian yang fenomenal dan
sekaligus memalukan sampai saya sendiri tidak menceritakan ke siapa-siapa
selama seminggu lamanya. Saya sempat terfikir untuk kembali lagi ke Plaza
Senayan untuk menanyakan kepada petugas parkir apakah melihat ada sepatu yang
tertinggal, namun sepertinya rasa malu yang harus saya tanggung menyurutkan
niat saya. Sedih juga sih mengingat itu kan sepatu kesayangan, tapi tidak
apa-apa, yang penting adalah selalu ada hikmah yang bisa diambil dari setiap
hal yang kita alami. Huhehehehe.
Ini dia |
Tujuan saya menuliskan ini juga tidak lain untuk berbagi
supaya para pembaca sekalian selalu berhati-hati dan terhindar dari kejadian
seperti yang saya alami ^^
1 comment:
bahahahahahhahahahah
Post a Comment