Selamat siang wahai para pembaca yang budiman! Kembali lagi dengan kisah-kisah perjalanan saya yang seru dan asyik (sok asyik banget). Sekali lagi kali ini masih dari dalam negeri sendiri dan traveling yang terjadi masih di tahun ini juga, lumayan update kan? Setelah saya fikir-fikir, tahun ini cukup sering juga saya traveling di Indonesia.
Traveling kali ini saya pergi bersama teman-teman dekat saya yaitu Astri, Anin dan Eva. Sebelumnya kami juga pernah traveling bersama ke Aceh di akhir tahun 2013, yang mana belum saya tuliskan juga catatan perjalanannya. Kami sudah membeli tiket sejak beberapa bulan sebelumnya pada saat ada promo Garuda. Setahun sebelumnya sebenarnya saya juga sudah membeli tiket ke Makassar bersama adik saya dengan maskapai AA. Namun, sebelum kami berangkat penerbangan ini dibatalkan dan saya juga tidak mendapat refund-nya (I was too lazy to request for the refund). Saya sudah menyimpan keinginan untuk ke Toraja sejak beberapa tahun lamanya, beberapa tahun yang lalu sewaktu saya bekerja di sebuah audit firm saya pernah melakukan business trip ke Makassar, namun sayang sekali saya tidak sempat ke Toraja karena waktu itu masih junior nan lugu, tidak kepikiran untuk extend atau pergi ke Toraja saat weekend.
Day 1, 9 Apr 2015
Kami naik pesawat jam 7 pagi dan tiba di Makassar sekitar jam 11 siang. Kami sudah menyewa mobil plus supir sebagai sarana transportasi kami selama di Makassar di sepanjang trip ini. Karena waktu sudah siang, dari bandara kami langsung menuju tujuan wisata yang pertama yaitu desa wisata Rammang-Rammang yang terkenal karena panorama alamnya. Kami menyewa perahu untuk menyusuri sungai Pute yang memakan waktu sekitar 10 menit perjalanan untuk sampai ke desanya. Kesan yang saya dapatkan ini agak mirip dengan naik perahu di Mekong delta, Vietnam, dengan perahu yang mirip, suasana, dan pemandangan yang mirip juga. Kami pun tiba
di kampung Berua yang masih alami, di kampung ini hanya ada 9 keluarga yang
tinggal di sini. Kami disuguhui pemandangan hamparan sawah yang hijau dan tebing-tebing yang dulunya merupakan karang-karang di
lautan, mungkin ribuan tahun yang lalu. Pada saat itu hujan yang lumayan deras sempat turun sehingga kami harus berteduh di salah satu rumah penduduk. Setelah berfoto-foto kami kembali naik perahu menyusuri sungai Pute. Tujuan selanjutnya adalah
Telaga Bidadari, well sekarang lah saya baru tahu definisi dari telaga, ternyata telaga
adalah semacam danau namun versi mininya. Saya sebenarnya agak reluctant untuk ke sini, karena si guide juga tidak terlalu excited, dan saya juga tidak ada persiapan untuk trekking, secara spesifik persiapan sepatu ya. Perjalanan menuju Telaga Bidadari ini cukup menantang, kami harus trekking selama kira-kira 30 menit one way (hey, I didn’t sign up
for this ya) yang jujur saja saya akui agak kurang worth it karena walaupun cantik
ternyata kecil sekali dan kita pun tidak bisa menceburkan diri ke situ karena suasananya agak mistis, hiiiyy.. serem kan.. Benar-benar mengingatkan saya dengan trekking
yang dulu sempat kami berempat lakukan juga di Aceh untuk menuju sebuah air terjun. Namun, silver liningnya adalah, I've got to do some exercise!
|
Batu Karang di Rammang-Rammang |
|
Sungai Pute |
|
Sungai Pute |
|
Sungai Pute Rammang Rammang |
|
Desa Rammang Rammang |
|
Desa Rammang Rammang |
|
Desa Rammang Rammang |
|
Telaga Bidadari |
Setelah makan siang rencana selanjutnya adalah ke Leang-Leang, namun ternyata ada penutupan jalan tertentu sehingga tidak memungkinkan untuk kami pergi ke sana hari itu karena kami harus mengejar bus malam ke Toraja. Kami akhirnya memutuskan untuk ke Air Terjun Bantimurung
dan taman kupu-kupu, obyek wisata yang cukup terkenal di Makassar. Namun sayang sekali karena hari sudah terlalu sore taman kupu-kupu sudah tutup dan karena hari itu hujan maka air terjunnya dan sungainya pun tidak terlalu cantik, kami pun menyempatkan diri untuk berfoto-foto saja.
|
Bantimurung |
|
Bantimurung |
|
Bantimurung |
|
Bantimurung |
|
Bantimurung |
|
Bus Malam Makassar-Toraja |
|
Inside Bus Malam
|
Kami akan naik bus malam ke Toraja, menghabiskan satu hari full di sana, lalu malamnya kembali ke Makassar lagi dengan bus malam. Memang terkesan terlalu cepat, namun karena kami hanya punya 4 hari liburan ya mau bagaimana lagi. Alhasil untuk penginapan hanya 1 malam saja kami menginap di hotel yang proper sedangkan sisa dua malam lainnya kami habiskan di bus, walaupun saya tidak ada masalah untuk bisa terlelap di dalam bus, namun badan tetap terasa pegal-pegal. Harga bus malam ini adalah 300 ribu rupiah untuk perjalanan pulang-pergi. Busnya lumayan nyaman dengan reclining seat dan disediakan selimut.
Sebelum menuju terminal bus Bintang Timur, kami makan malam dahulu di sebuah restoran yang saya lupa namanya. Restorannya cukup bagus
dan syukurnya ada kamar mandi dan wastafel dimana kita bisa menggunakan untuk
membersihkan diri. Ini amat sangat lumayan sekali mengingat kami tidak punya hotel dan tidak punya tempat untuk mandi dan lainnya. Bus berangkat sekitar jam 9 malam dan sampai di Toraja jam 5-6 pagi. Bus sempat beberapa kali berhenti untuk toilet break.
Day 2, 10 Apr 2015
Walaupun tidak menginap di Toraja, kami membooking sebuah hotel dengan tujuan mandi, sholat, membersihkan diri, dan beristirahat sebentar. Nama penginapan yang kami sewa adalah wisma Immanuel dengan biaya 200 ribu per kamar (tidak menginap). Untuk kebutuhan transportasi di Toraja kami menyewa mobil seharian penuh termasuk supir dan bensin dengan biaya 500 ribu. Kami tiba sekitar jam 6 pagi di Rantepao, setalah mandi, sholat dan lain-lain di hotel, kami sarapan di Restoran
Saruran yang later on baru kami sadari bahwa restoran ini tidak jelas halal atau tidaknya. Tempat makanan halal di Toraja memang agak sulit ditemukan dibandingkan di Makassar, jadi untuk kamu yang muslim sebaiknya lebih berhati-hati dalam memilih restoran dan tempat makan, pastikan bahwa tempat itu menjual makanan halal, kalau mau aman pastikan restorannya adalah restoran muslim dan pemiliknya muslim.
Untuk yang belum tahu, objek wisata utama di Toraja adalah.... kuburan! atau kalau mau terdengar lebih keren pakai bahasa Inggris, cemeteries or graveyard. Tana Toraja memang terkenal dengan tradisi pemakaman yang unik, pada umumnya orang meninggal akan dikubur di dalam tanah atau dikremasi, namun kuburan-kuburan di Toraja ini benar-benar anti mainstream. Ada berbagai jenis kuburan yang terdapat di sini, diantaranya adalah kuburan batu, kuburan gua, dan lainnya.
Seperti yang mungkin kamu ketahui, Toraja ini sangat terkenal dengan seremoni pemakaman dan penguburan untuk orang yang meninggal. Seremoni ini tentunya akan menghabiskan uang yang tidak sedikit karena biasanya harus ada binatang (biasanya kerbau) yang dikorbankan. Bahkan ada kalanya jenazah akan disimpan bisa sampai berbulan-bulan atau bertahun-tahun sampai keluarganya mampu untuk menyelenggarakan upacara pemakaman. Setelah itu tentunya mereka akan dimakamkan (disimpan) di gua-gua dan batu-batu. Biasanya kuburan dari tiap orang ini akan tergantun dari tingkatan sosial mereka, untuk orang-orang yang terhormat dan terpandang, kuburannya akan lebih bagus dan diletakkan di tempat-tempat (dataran) tinggi.
Tujuan wisata pertama kami adalah, well sayang sekali saya lupa namanya, haha, tapi gambarnya bisa kamu lihat di bawah ini, tempatnya ada di makam di batu dan gua-gua dan tempatnya juga agak tinngi karena saya ingat kita bisa melihat panorama Toraja dari ketinggian. Di kuburan ini jenazah akan diletakkan di dalam batu, untuk orang yang mampu biasanya akan diletakkan juga boneka-boneka (yang menurut saya so creepy) di luar kuburannya.
Tujuan berikutnya adalah ke situs purbakala Bori Parinding. Keunikan dari tempat ini adalah, kita bisa melihat batu-batu menhir yang didirikan dari jaman dahulu kala oleh para bangsawan dan orang terhormat yang merupakan bagian dari upacara pemakaman mereka. Kita harus membayar tiket masuk seharga 10 ribu rupiah untuk bisa masuk ke area ini. Kami menyempatkan diri berfoto-foto dan berjalan sedikit ke belakang dari tempat ini, dimana terdapat kuburan batu besar yang terlihat sudah cukup kuno, namun kami tidak berani untuk melangkah lebih jauh, hanya mengambil foto dari jauh saja karena perasaan tidak enak...hiiyy..
|
Bori Parinding |
|
Bori Parinding |
|
Bori Parinding |
|
Kuburan Batu dekat Bori Parinding |
Selanjutnya kami makan siang di warung makan muslim Surabaya yang letaknbya ada di dekat Masjir Agung Rantepao. Setelah makan siang kami sholat zuhur dan ashar dahulu di Masjid. Tujuan berikutnya adalah Kete Kesu dimana kita bisa melihat rumah adat daerah Toraja yang sangat khas yaitu Tongkonan. Kete Kesu merupakan sebuah desa tradisional suku Toraja dimana kita dapat melihat langsung rumah adat Tongkonan dan lumbungnya yang unik. Di depan dari setiap rumah akan dipajang beberapa tanduk kerbau dari kerbau-kerbau yang dikorbankan untuk upacara adat. Saat ini rumah-rumah ini tidak lagi ditempati oleh penduduk melainkan lebih digunakan untuk tujuan wisata. Coba deh, jika kamu browsing atau cari google image dari Toraja, most likely gambar rumah tongkonan di Kete Kesu inilah yang akan muncul. Lagi-lagi kamu harus bayar tiket masuk seharga 10 ribu rupiah, harga yang sangat murah untuk berkontribusi untuk pelestarian budaya Indonesia, mungkin kalau wisatawan asing harganya lebih mahal. Setelah berfoto-foto, kami lalu mencoba masuk ke dalam salah satu rumah tongkonan, ternyata tidak ada apa-apa di dalamnya, malah ada beberapa sampah dan puntung rokok :( Di bagian belakang Kete Kesu terdapat pasar dimana kita bisa membeli oleh-oleh khas Makassar dan Toraja.
|
Restoran Surabaya (halal) |
|
Masjid Agung Rantepao |
|
Kete Kesu |
|
Kete Kesu |
|
Kuburan Batu |
Masih belum kapok dengan kuburan, tempat selanjutnya yang akan kita gunakan adalah kuburan gua yang dinamakan dengan Londa. Saya jadi menyadari sesuatu, sebaiknya memang tidak solo traveling ke Toraja, karena serem juga gak sih kalau harus berkeliling kuburan ini sendirian. Londa ini mungkin merupakan highlight dari tempat-tempat yang sudah kita kunjungi sebelumnya. Kuburan utama dari Londa adalah berupa sebuah gua yang cukup besar dan tinggi menjulang dimana para jenazah akan diletakkan di dalam gua begitu juga di luarnya (diselipkan diantara bebatuan). Di luar gua kita bisa melihat rumah-rumah tongkonan mini dan juga beberapa boneka yang supposed to be dibuat menyerupai orang-orang yang sudah meninggal sehingga kebanyakan dari boneka ini merupakan boneka orang-orang yang sudah tua. Sumpah pemirsa, ini creepy abis... saya sempat ragu juga untuk mengambil foto boneka-boneka ini karena memang seram, tapi akhirnya saya foto juga tapi dari jauh saja. Yang unik di Londa ini, kita bisa masuk ke dalam guanya untuk melihat langsung kuburan di dalam gua. Ada satu orang pemandu yang akan ikut masuk ke dalam gua bersama kita dan pemandu ini membawa lampu petromaks. HTM ke tempat ini 10 ribu per orang dan untuk guide kami membayar 50 ribu rupiah. It's pretty cool bisa masuk ke dalam sini, mengingatkan saya pada pengalaman saya di Napoli dimana saya juga masuk ke dalam catacombe, tapi entah kenapa suasana di sini lebih seram, tidak direkomendasikan untuk penderita claustrophobia ya. Didalam gua, selain terdapat peti-peti, kita juga bisa melihat beberapa barang-barang sesajen (makanan, rokok, dan lainnya) diletakkan di sini juga. Mungkin sebagian warga ada yang percaya akan mendapatkan keberuntungan dengan memberikan sesajen kepada yang sudah meninggal ini.
Sebelum kembali ke hotel kami mampir di warung kopi toraja. Yup, Toraja memang cukup terkenal dengan kopinya. Kami juga sempat membeli oleh-oleh sedikit, di sebuah toko. Karena hari sudah mulai larut dan kami harus naik bus malam untuk kembali ke Makassar, kami makan malam di dekat perwakilan Bus Bintang Timur Rantepao yaitu warung Bakso Fatma yang cukup recommended karena halal dan enak.
|
Londa |
|
Londa |
|
Di dalam Goa di Londa |
Day 3, 11 Apr 2015
Kami sampai di Makassar sekitar jam 6 pagi dan langsung menuju hotel kami di hotel Amaris Panakukang. Kami sangat beruntung karena diperbolehkan early check-in sehingga kami bisa sholat, dan membersihkan diri walau hanya sebentar karena hari itu agenda kami adalah pergi ke pulau dan pantai. Sebelum pergi ke pulau, kami menyempatkan terlebih dahulu sarapan bubur ayam Mr. Bean. Tempatnya lumayan oke dengan pilihan jenis bubur yang beragam dan rasa yang enak. Di sini juga dimana ada 1 komputer yang
menyetel lagu dari youtube dan kita bisa memilih sendiri lagu yang kita
inginkan, keren kan?
Tujuan pertama kami adalah Pulau Kodingarengkeke. Kami naik mobil sampai dermaga Kayu Bangkoa, dan dari situ kami naik kapal selama kurang lebih 40 menit perjalanan untuk sampai ke Pulau Kodingarengkeke. Sampai di sana maksud hati bisa bersantai di pantai dan snorkeling namun ternyata kekecewaan lah yang kami dapatkan. Dari kejauhan pulau ini tampak menjanjikan dengan hamparan pasir putih dan laut dengan warna biru gradasi. Namun begitu kami menginjakkan kaki di pulau barulah kami melihat hamparan sampah di sekitar pulau ini. Memang tidak terlalu banyak sampai seluruh pulau tertutup oleh sampah, namun cukup membuat kami berempat ilfeel (ilang feeling) untuk bermain apalagi snorkeling di pulau itu. Kami pun akhirnya hanya foto-foto sebentar sambil berdiskusi rencana selanjutnya. Berdasarkan hasil diskusi dengan mas tour guide, dia merekomendasikan Pulau Badi untuk snorkeling karena selain pemandangan bawah laut yang bagus tempat ini juga relatif masih sepi sehingga bisa lebih enjoy. Namun, masalahnya adalah, tempatnya agak jauh sekitar hampir 1 jam dengan kapal dan tentunya kami harus membayar biaya tambahan. Setelah bernegosiasi akhirnya kami sepakat untuk membayar 1 juta rupiah (dibagi 4) untuk sewa kapal seharian, ini lebih mahal dari harga awal sekitar 600 ribu, tapi ya sudah daripada kita tidak bisa menikmati snorkeling.
|
Pulau Kodingarengkeke |
|
Pulau Kodingarengkeke |
|
Pulau Kodingarengkeke |
|
Sampah di Pulau Kodingarengkeke |
|
Pulau Kodingarengkeke |
|
Pulau Kodingarengkeke |
|
Pulau Kodingarengkeke |
|
Pulau Kodingarengkeke |
Di Pulau Badi ini kami bisa snorkeling dengan puas dan tempatnya pun tidak terlalu ramai. Kami cukup menikmati snorkeling kali ini karena pemandangan yang bagus, namun untuk saya sendiri agak kurang menikmati karena alat snorkel saya yang sering bocor, hiks. Setelah snorkeling selama sekitar 1.5 jam, kami pun memutuskan untuk kembali ke hotel untuk mandi dan lainnya karena kami masih ingin mengunjungi Leang-Leang, tempat yang gagal kami kunjungi di hari pertama. Kami makan siang di sop saudara yang menyediakan sop konro dan otak-otak. Namun lagi-lagi rencana kami Leang-Leang harus gagal karena jalanan agak macet dan sudah terlalu sore. Akhirnya kami pergi ke pantai losari yang merupakan keputusan yang tepat sekali, sunset di pantai losari yang merupakan sunset beach.
|
Pulau Badi |
|
Pulau Badi |
|
Pulau Badi |
|
Pulau Badi |
|
Pulau Badi |
|
Pulau Badi |
Sebelum menikmati sunset kami jajan di pinggir pantai membeli kopi dan pisang epe, jajanan khas Makassar juga. Satu hal yang saya notice di sini, ternyata pengamen di sini tidak mau terima uang receh 500 rupiah, karena pada saat kami makan pisang epe ada seorang pengamen yang bernyanyi dan begitu teman saya memberikan 500 rupiah, dia tidak mengambilnya! Kami pun heran dan ternyata menurut guide kami ada nilai minimum yang akan diterima pengamen yaitu 2000 rupiah. Hih, sombong sekali ya, 500 kan juga uang, walaupun memang tidak bisa untuk membeli apa-apa ya, tapi kalau dikalikan 1000 kan jadi 500 ribu!!
Selanjutnya kami menikmati sunset di pantai losari sambil berfoto-foto. Sepertinya pantai losari ini merupakan favorit orang untuk menikmati sunset, agak ramai juga oleh para muda mudi setempat maupun wisatawan seperti kami. Sunset di sini begitu indah dan yang menarik tentunya ada beberapa tulisan seperti Pantai Losari dan nama-nama kota di sulawesi selatan lainnya yang memang fotogenik untuk difoto di saat sunset. Selesai berfoto kami sholat di masjid amirul mukminin yang berada di pinggir pantai, sehingga terlihat seperti mengapung di atas laut dari kejauhan.
Malamnya kami makan malam Pallu Basa. Pallu basa merupakan kuliner khas tradisional Makassar,
Sulawesi Selatan. Seperti hal kuliner Coto Makassar, Kuliner Pallubasa terbuat
dari jeroan (isi dalam perut) sapi atau kerbau. Proses memasak pun hampir sama
dengan Coto Makassar. Kami makan di tempat yang cukup terkenal yaitu yang terdapat di Jalan Onta yang buka di malam hari. Ternyata salah satu dari kami yaitu Eva, masih kurang puas dengan makan malam kami, yang mengusulkan untuk mencoba makanan khas Makassar lainnya yaitu Palumara yang merupakan masakan
berbahan dasar ikan, dengan kuah berwana kuning, bercitarasa asam segar dengan semburat rasa pedas. Enak sekali pemirsa. Saya pribadi lebih suka Palumara ini dibandingkan Pallu Basa karena saya memang bukan penggemar jeroan.
|
Pantai Losari |
|
Sunset di Pantai Losari |
|
Pantai Losari |
|
Pantai Losari |
|
Masjid di Pantai Losari |
Day 4, 12 Apr 2015
Selesai dari sini waktunya berbelanja oleh-oleh (sebagai WNI yang baik dan berbudi pekerti luhur). Beberapa oleh-oleh khas Makassar yang bisa dibeli adalah minyak tawon, otak-otak bu Ely. Oh iya di perjalanan kami juga mencoba jajanan khas Makassar yang juga enak yaitu jalangkote yang mirip dengan pastel atau panada dan roti maros yang merupakan roti kasur dengan isi selai srikaya di dalamnya, dan es pisang ijo. Selesai sudah perjalanan kami kali ini.
No comments:
Post a Comment