Monday, July 11, 2011

Petualangan 4 anak muda di Jogja


Harap diingat. Judul di atas tidak misleading lho, karena ini merupakan pengalaman saya dan teman-teman 3 tahun yang lalu, ya, 3 tahun alias tahun 2008. Ini merupakan trip perdana saya dengan gaya backpacker, walaupun salah satu teman saya Miko menggunakan koper, hueheheh, gak asik ya, tapi ini tetap merupakan pioneer trip yang akan menginspirasi saya untuk melakukan perjalana-perjalanan selanjutnya. Sedikit ringkasan mengenai trip ini
When: 3-7 July 2008
Location: Jogjakarta, Indonesia
Travel mates: Raya, Miko, Ona
Brief itenerary:
3 July: Depart from St. Gambir Jakarta
4 July: Arrive at Jogja early in the morning, tour around Jogja, Taman Sari, Keraton, Malioboro, Vederburg Fort
5 July: Boko Trekking, Candi Prambanan, watch Sendratari Ramayana (Ramayana Ballet) in VIP seat
6 July: Candi Mendut, Candi Borobdur, go home
7 July: Arrive at Jakarta

Awal mula dari trip ini sebenarnya ide dari 3 teman saya yang lain, yang punya rencana mau liburan, entah bagaimana tercetus Jogja saya juga kurang paham, namun kala itu saya langsung ingin JB (Join Bareng) begitu mereka bercerita tentang trip ini. Mungkin saya tidak bisa menceritakan dengan detail jadi saya coba ingat semampu saya saja ya.

Balada tiket kereta

Ini memang khas anak muda, pada saat itu kita udah siap dengan rencana pergi, ke sana mau ngapain aja dan kemana saja, sudah membeli tiket nonton sendratari Ramayana kelas VIP, sudah booking untuk Boko Trekking juga, namun ada satu hal penting yang belum kita lakukan, membeli tiket kereta PP Jakarta-Jogja. Jreeeeennggg. Kebetulan sekali kita pergi di saat liburan anak sekolah dan kuliah jadi lah tiket pun sudah habis yang untuk dibook. Jadi, jalan satu-satunya harus beli langsung on the spot. Waktu itu tanggal 3 Juli bertepatan dengan hari ulang tahun saya, saya yang kebetulan sudah mengambil cuti lebih awal, ditemani oleh mamah saya berangkat menuju gambir untuk mencoba peruntungan membeli tiket on the spot. Sampai gambir setelah bertanya petugas akhirnya ketemu loket tempat kita mengantri kereta eksekutif Jakarta-Jogja. Setelah mengantri selama kira-kira 3 jam, akhirnya loket pun dibuka. Horeeeeee. Sementara itu jangan ditanya, antrian di belakang kami sudah panjang bak ular melingkar di atas pagar. Hehehe. Alhamdulillah akhhirnya kami dapat juga 4 tiket one way Jakarta-Joga, ya baru one way, pulangnya dipikirkan kemudian. Saya sendiri sangat bersyukur terlebih lagi ketika saya tahu bahwa hanya 2 orang di belakang saya saja yang kebagian tiket, sisanya yaitu mereka yang sudah antri kurang lebih sama dengan saya harus menerima kenyataan pahit tidak mendapakan tiket dengan harga resmi. Bukan akhir dari segalanya sih, namun harus membeli tiket dari calo sangat menyebalkan!

Namun, pada akhirnya untuk tiket kereta kembali ke Jakarta kami terpaksa membeli juga dari calo, ya terpaksa karena mau tidak mau kami maharus kembali ke Jakarta untuk bekerja tentunya. Hehehe. Hari pertama sampai di Jogja, sore harinya kami langsung menuju stasiun Tugu untuk mencari tiket pulang, dengan tipisnya harapan akhirnya ketika ada calo yang menawari akhirnya kami pun membeli. Kali ini kami naik kereta kelas bisnis (Senja Utama) dengan mark up 75% dari harga asli. Yah, mau bagaimana lagi, itu lah buah dari kurangnya perencanaan yang matang ketika traveling. Kalau saya pikir-pikir sekarang gila juga ya, mau pergi hal terpenting yang harusnya disiapkan kok malah belum disiapkan, padahal, transport ini penting sekali karena akan menentukan apakah trip ini akan terlaksana atau tidak.

Moral of the story: Ketika akan berpergian dengan kereta, terutama di musim liburan (bulan Juli) usahakan untuk membeli tiket kereta lebih awal, setahu saya tiket sudah dapat dibeli sebulan sebelumnya.


Balada mencari hotel
 
Selanjutnya lagi-lagi kami tidak mempersiapkan yang juga tidak kalah penting yaitu membooking penginapan. Bener-bener deh kalau saya ingat2 saya sampai tidak percaya dulu saya pernah berbuat itu, hehehe. Tidak membooking penginapan saja sudah cukup buruk ditambah saat itu lagi musim liburan. Jreeeeeenggg. Kami sampai di stasiun tugu sekitar jam 5 pagi dan setelah sholat subuh kami pun naik becak sambil mencari penginapan di daerah malioboro. Hebatnya lagi kami pada saat itu tidak mempunyai rekomendasi penginapan dari teman atau kenalan kami, jadi metode pencariannya adalah, masuk dan keluar dari penginapan yang satu ke yang lain sampai ketemu hotel yang kosong dengan harga yang pas. Namun apa mau dikata jangankan mau mencari harga yang pas, ketemu hotel yang kosong saja tidak. Akhirnya setelah beberapa jam mencari kami dapat juga hotel bernama Hotel Putra Sabar yang lokasinya tidak terlalu strategis namun its not like we have much choice, right? Kami membayar IDR 250 ribu untuk semalam. Benar-benar overpriced untuk kamar yang sangat kecil dengan kamar mandi yang sangat kecil juga. Kami pun memanfaatkan hotel ini untuk mandi dan membersihkan diri.

Kamar mandi hotel putra sabar

Melihat keadaan hotel putra sabar yang seperti itu sepertinya kami benar-benar harus mencari hotel lain karena kami berempat tidak akan cukup di dalam satu kamar yang mini tersebut. Akhirnya setelah mandi dan bersih-bersih kami mencari hotel lagi, menyelusuri jalan malioboro, kami pun melihat sebuah plang Hotel Pantes yang ada di sebuah gang di samping hotel Mutiara, kami yang sudah agak putus asa pun mencoba memasuki hotel yang terlihat sederhana ini. Ternyata masih ada kamar kosong untuk 2 malam dengan harga yang fantastis, fantastis murahnya, hehehe, harga kamar Rp 50 ribu per malam. Kamar sederhana namun bersih, tidak ada AC namun ada kipas angin, kamar mandi di luar namun juga bersih. Kami pun ya at least saya langsung jatuh cinta pada pandangan pertama dengan hotel tersebut dan akhirnya kami memutuskan menginap di situ. Horaaaaaayyyyy. Berikut review saya mengenai hotel ini Review Hotel Pantes. Akhirnya keputusan kami tersebut menjadi salah satu keputusan terbaik yang pernah kami ambil.

Hotel Pantes
 
Moral of the story: Selalu booking penginapan in advance sebelum melakukan perjalanan, paling tidak bookinglah untuk malam pertama saja. Jika ternyata tidak puas ketika kita sudah sampai bisa mencari tempat yang lebih baik. Namun kalau sudah membooking penginapan yang okay dengan review bagus, harga pas, lokasi strategis, mau booking untuk semua perjalanan juga oke.
 
 
Balada Becak
 
Setelah balada pencarian hotel sisa hari tersebut kami gunakan untuk berkeliling kota jogja dan mengunjungi obyek-obyek wisata yang dekat saja seperti Keraton, Taman Sari, Malioboro, dll. Satu hal yang kami sadari di sini, yaitu ternyata ada juga becak scam di Jogja ini. Banyak tukang becak yang menawarkan kita untuk berkeliling dengan harga yang sangat murah, murahnya bisa sampai 2000-5000 rupiah, murah banget kan?? Ternyata abang becak akan membawa kita ke toko-toko suvenir (batik, perak, dll) dimana mereka akan mendapatkan komisi dari toko jika kita membeli. Ketika kita benar-benar membutuhkan becak sebagai sarana transportasi mereka akan memberikan harga yang agak mahal. Sebenarnya gak mahal sih kalo diukur dengan standard Jakarta, tapi lumayan juga. Ketika itu kami membutuhkan mereka untuk mengangkut tas-tas kami pindahan dari hotel putra sabar ke hotel pantes, kami dibebankan tarif 20,000 per becak, itu pun kami diturunkan tidak tepat di depan hotel pantes, tapi di ujung gang dimana kami masih harus mengangkut ransel kami (untuk Miko, menggeret kopernya) sampai ke Hotel kami, saya sudah lupa apa alasan mereka dan kenapa kami mau saja diturunkan dipinggir gang begitu tapi ya begitulah.
 
Moral of the story: Naiklah becak ketika memang perlu dan tawarlah harga yang pas (jangan terlalu kejam lah), namun jangan mudah tergoda dengan bujuk rayu si abang yang menawarkan dengan Rp 2000 bisa keliling Jogja. Sebaiknya bilang tidak untuk yang satu ini.
 
Balada Objek Wisata
 
Kami mengunjungi Taman Sari yang merupakan salah satu objek wisata yang populer di sini, tempat ini dulunya adalah tempat para istri-istri atau selir-selir raja mandi, hehehe, tempatnya masih bagus dan cukup terawat. Di sini sempat ada seorang bapak yang menawarkan untuk menjadi guide kami, karena kami budget traveler tentunya kami tidak rela harus membayar guide, yah foto-foto saja cukup lah, kalo pengen tau cerita dibalik tempatnya bisa nguping sama rombongan turis lain atau cari di internet. Huehehehe. Kami pun harus sedikit bermain kucing-kucingan dengan bapak guide wannabe ini.
 
Taman Sari
Selanjutnya kami naik becak menuju Keraton, namun sekali lagi karena kurang riset kami tidak tahu kalau Keraton pada hari Jumat tutup jam 11 siang. Jreeeeengggg. Hari lain buka sampai jam 1. Akhirnya kami pun duduk sambil menunggu Raya sholat jumat di salah satu tempat makan.
 
Moral of the story: Lakukan riset dan pastikan kamu tahu hal-hal basic mengenai objek wisata, seperti berapa harga tiket masuk, jam buka dan tutup, apakah ada pengecualian dengan rule tersebut, apakah ada syarat tertentu untuk mendatangi objek wisata (misalnya: harus membuka sepatu, harus memakai baju panjang, dll)
 
Balada Trekking

For the sake of melakukan hal baru kami memutuskan untuk ikut trekking di pagi buta, melihat sunrise dari suatu bukit untuk selanjutnya berkunjung ke kawasan candi ratu boko. Malam hari pertama kita habiskan dengan makan lesehan di malioboro dan selanjutnya kongkow di dekat stasiun tugu. Ada kejadian lucu dimana ketika kita makan lesehan teman saya Ona sangat excited untuk memesan minuman dengan nama "Es Jerman" Wah, minuman macam apa nih, pasti unik dan rasanya enak, akhirnya tanpa bertanya apa itu es jerman, Ona memesan minuman ini, ketika minuman datang, kok es jeruk yang datang, lalu tanpa bertanya pada mas penjual kami pun langsung sadar Es Jerman merupakan kependekan dari Es JERuk MANis. Jreeeeeeenggg. Agak larut di dekat statiun tugu saya mencoba kopi joss yang terkenal yang ternyata kopi arang, disebut joss karena ketika disajikan masih ada bunyi "csssssss" yang merupakan bunyi arang, saya yang penggemar kopi sudah tentu harus mencoba yang satu ini. Ternyata rasanya enak dan aromanya mantap, hehehe. Namun saya benar-benar lupa malam itu juga sekitar jam 2 pagi kami akan dijemput untuk melakukan trekking kami. Alhasil saya tidak bisa tidur dan mungkin hanya tidur 30 menit sampai mobil jemputan menjemput kami.

Sampai di lokasi saya masih belum kepikiran apa yang akan kami hadapi, huehehe, ada briefing sedikit kami akan berangkat sekitar jam stg 4 pagi jadi kami dipersilahkan beristirahat dulu di sebuah tenda. Kami pun terutama saya memanfaatkan waktu ini untuk tidur beneran karena memang agak kurang tidur. Saya cukup excited karena ini pengalaman pertama saya tidur di tenda. Uhuuyyy.

Kami dibangunkan sekitar jam 4 pagi (mungkin, saya tidak terlalu ingat) selanjutnya kami diperbekali dengan tongkat yang akan berguna selama di perjalanan. Dengan panduan salah seorang guide yang ikut bersama kami, kami berlima pun memulai trekking kami. Saya bukan orang yang mudah mengeluh jika berhubungan dengan aktifitas yang berbau fisik, namun sekali lagi saya memang kurang persiapan, untuk alas kaki saja saya menggunakan sepatu yang agak cantik dan bukan sepatu trekking (flat sih), teman saya Ona dan Miko malah hanya pakai sendal jepit, hanya Raya saja yang lumayan siap dengan sandal gunung.

Ternyata kami sungguhan melakukan trekking, yang setelah saya cari artinya adalah To journey on foot, especially to hike through mountainous areas. Jreeeeenggg. Saya kira cuma jalan-jalan pagi biasa lhoooo. Huehehehe. Mengingat tujuan kita melihat sunrise dari atas bukit sudah tentu medan yang kita lalui menanjak. Setelah kurang lebih 2 jam trekking yang melelahkan, lelah fisik dan lelah mendengar Miko mengeluh sepanjang perjalanan. Huueehehhe. Akhirnya sampai juga kami di Bukit Tugel, kami pun melihat sunrise di sana. Saya yang lupa kapan terakhir kali melihat sunrise cukup terpesona dengan pemandangan yang ada. Setelah sholat subuh, sarapan dan bersantai sebentar kami pun melakukan perjalanan pulang. Di perjalanan pulang ini kami mampir ke beberapa kawasan Candi Ratu Boko. Pemandangan di sini juga bagus dan berbeda karena candi ada di atas bukit jadi kita bisa melihat pemandangan perbukitan dari sana, namun sayang kamera satu-satunya yg kami miliki (punya Miko) baterenya habis sehingga kami cuma bisa berfoto pakai kamera HP saja. Jreeeeeng.

Sunrise di bukit tugel
Trekking
Candi Ratu Boko

Akhirnya kami pun sampai lagi di bawah dengan selamat sentosa dan kami pun mendapatkan sertifikat yang mengaknowledge pengalaman kami bahwa kami sudah pernah melakukan Boko Trekking. Asiiiikk.

Moral of the story:
- Always know what you singed up for!! Sehingga kamu bisa lebih mempersiapkan diri kamu.
- Dalam satu grup, bawalah lebih dari 1 kamera untuk menghindari batere kamera habis dan tidak ada tempat untuk mengcharge.
- Be wise dalam menggunakan kamera dan jangan cepat puas dan gegabah mengambil foto sebanyak-banyaknya untuk obyek yang sama. Kamu tidak akan pernah tahu ada hal menarik apa yang akan kamu temui di akhir hari.
- Milikilah HP dengan kamera yang bagus.

Balada Borobudur dan Dino si kuda impor

Sepulang dari trekking kami sangat lelah dan saya lupa kenapa akhirnya kami tidak diantar kembali ke Jogja melainkan diantar sampai terminal bus dan naik Trans Jogja sampai ke Malioboro. Untungnya karena kami naik dari ujung maka kami mendapatkan tempat duduk. Sampai hotel kami sudah sangat lelah, sebenarnya kami sudah punya rencana mau kemana, namun akhirnya setelah mandi kami malah tidur di kamar masing-masing. Menjelang sore barulah kami keluar untuk menuju candi Prambanan utuk menonton sendratari. Kami naik busway sampai tempat tertentu untuk selanjutnya naik andong menuju ke candi prambanan. Kami sempaat berfoto di candi prambanan sampai akhirnya tiba saat menonton sendratari. Saya amat terkesan dengan pertunjukkan ini karena belum pernah nonton sebelumnya dan karena kami mendapatkan seat yang sangat ok, tentunya karena kami membeli tiket VIP seharga Rp. 200 ribu. Kami kembali ke hotel dengan menggunakan taksi karena rupanya busway sudah tidak beroperasi lagi selarut itu.

Keesokan harinya kami mengunjungi Candi Borobudur. Pengakuan: itu adalah saat pertama saya ke Borobudur. Huiehehe, agak memalukan ya seperti tidak pernah ada study tour saja ketika jaman sekolah. Huehehe. Makanya saya sangat insist kita harus pergi ke Borobudur. Perjalanan kami ke Borobudur pun perjalanan ala backpaker yang serba ngirit. Instead of menyewa mobil kami naik angkutan umum. Saya lupa berapa kali ganti angkot tapi perjalanan terlama kami adalah naik bus seperti kopaja dan sepanjang 80% perjalanan harus kami lalui dengan berdiri. Jreeeeeenggggg. Tapi memang ongkosnya murah sekali, untuk 2 jam perjalanan kami membayar sekitar Rp 8000.

Sampai lokasi kami menyewa andong yang akan membawa kita memasuki bagian dalam dekat pintu masuk menuju borobudur. Di sepanjang perjalanan bapak kusir sering menceritakan kisah tentang kuda-nya, kami pun tahu nama kuda tersebut Dino dan dia merupakan kuda impor, jadi walaupun badannya besar sebenarnya usianya masih remaja. Apa deh ya. Kami pun turun dan pak kusir berkata akan menunggu kami di salah satu pintu keluar. Ketika turun kami belum membayar kepada si bapak.

Saat itu sepertinya bukan saat yang tepat mengunjungi borobudur, ketika kami sampai sana, matahari sudah sangat terik, apalagi kami harus menaiki tangga yang lumayan banyak untuk sampai di atas. Selain itu, karena masa liburan, borobudur pun menjadi amat sangat ramai dengan pengunjung baik itu anak sekolah dan keluarganya. Keadaan yang tidak kondusif tersebut menyebabkan kami juga kesulitan untuk naik tangga (karena harus antre) dan untuk mengambil foto (karena banyak orang dimana-mana). Akhirnya setelah sampai atas kami pun turun lagi.


Ramainya Borobudur, foto ini satu2nya foto yang kita ambil di atas
Sampai di pintu keluar kami mengedarkan pandangan untuk mencari andong kami. Melihat gelagat kami seperti sedang mencari angkutan, para supir andong pun mulai sibuk menawari kami untuk naik andong mereka. Kami terntu tidak bisa berbuat begitu apalagi kami belum membayar sama sekali jasa pak Kusir kami. Beberapa supir andong melakukan trik seperti: "Oh, supir andong kalian namanya si Abdul ya? Itu saya kenal, ya sudah naik punya saya saja nanti saya sampaikan ke dia, tadi dia lagi pergi dulu". Kami pun saat itu merasa sedikit bodoh karena tidak meminta informasi apa2 tentang pak kusir, apalagi kawasan itu amat luas, bagaimana kami bisa menemukan bapak kusir kami yang tadi? Jreeeeeeng. Akhirnya menanggapi tawaran supir andong yang lain kami pun balas bertanya menggunakan satu2nya informasi yang kami tahu yaitu: "Hmm, apakah kudanya bernama Dino? Kami mencari andong dengan kuda bernama Dino" Huehehehe, langsunglah para supir andong tersebut memandang kami dengan aneh dan berkata bahwa mereka tidak menghafal nama-nama kuda, huehehehehe. Akhirnya mereka pun pergi menjauh.

Setelah beberapa menit pencarian akhirnya kami bertemu dengan Bapak Kusir kami dan Dino!! Sungguh melegakan. Ternyata di perjalanan pulang si pak Kusir kami yang mempunyai jasa sewa mobil menawarkan kami untun menyewa mobilnya untuk kembali ke Jogja. Kami pun setuju karena tawaran ini menarik dibandingkan kami harus naik bus lagi seperti berangkat. Akhirnya si bapak membawa kami ke rumahnya dan ternyata mobil yang akan digunakan sedang mogok. Jreeeeeengggg. Si bapak kemudian meminta kami untuk menunggu sebentar dan kami pun disuguhi dengan minuman dan snack. Akhirnya setelah kira-kira 20 menit mobil bisa hidup juga. Horeeeeee.

Perjalanan pulang ternyata cukup padat bahkan bisa dibilang macet yang menyebabkan kami haus terburu-buru packing karena kereta kami malam itu juga. Niat membeli oleh-oleh pun tidak terlaksana karena kami harus harus cepat packing, cari makan malam, kemudian menuju stasiun. Kami tidak mau sampai ketinggalan kereta.  Akhirnya dengan kereta Senja Utama kami pun kembali ke Jakarta.
  
Moral of the story:
- Usahakan mengunjungi borobudur bukan ketika liburan anak sekolah, atau jika memungkinkan, kunjungilah borobudur di waktu sunrise. Nikmati melihat matahari terbit di borobudur yang sunyi dan tenang. Saya sendiri ingin sekali melakukan ini tapi belum kesampaian. Berdasarkan info yang saya dapat harga tiket masuk untuk sunrise ini lebih mahal dari tiket biasa, sekitar USD 25. But it should worth the view.
- Ketika naik andong menuju borobudur, usahakan minta no. HP supirnya, jaman sekarang harusnya sudah ada ya, hehehe, atau tentukan tempat janjian yang pasti, dan usahakan membayar dulu setengah dari harga yang disetujui menjadikan kita tidak terlalu merasa bersalah ketika ternyata tidak bertemu lagi dengan bapak Kusir.

Ya, jadi itu tadi pengalaman 4 orang anak muda yang saat itu masih menjadi auditor berkelana di Yogyakarta ala backpacker. Ternyata banyak sekali pesan moral yang bisa saya ambil yah. Hehehehe. Mengenai biaya, saya tidak ingat detail tapi seingat saya total semua pengeluaran untuk 4 hari sekitar Rp. 1.2 juta. Cukup murah karena kita nonton sendratari VIP dan kita juga melakukan Boko Trekking.

Perjalanan ini membuat saya jatuh cinta kepada kota ini. Yogyakarta.

Walau kini kau t’lah tiada tak kembali.. Oh…
Namun kotamu hadirkan senyummu abadi..
Izinkanlah aku untuk s’lalu pulang lagi...
Bila hati mulai sepi tanpa terobati...
(Yogyakarta by Kla Project)

4 comments:

ona said...

oioii kayanya gwe uda pernah comment diapprove dooongg,, huweeeeeeeeeeeeeeeeeeeenngg rindu rinduu

Niantiaulia said...

Masaaaa? gak pernah deh, gak pake approve2an kok ini

ahmadraya said...

terima kasih dan mohon maaf sebesar-besarnya kepada nyokap lo yang udah rela menemani anaknya ngantri tiket selama 3 jam. heuuuu.... anak (dan teman-temannya) tak tahu diri! hihihihi....

Niantiaulia said...

Hoho, it was my birthday present from my mom deh ;). I miss being spontaneous with you all!